Kedatangan pemain baru ke Old Trafford membuat persaingan posisi di Manchester United lumrah terjadi. Salah satu korban persaingan posisi di MU adalah Marouane Fellaini.
Manchester United baru mendatangkan megabintang asal Juventus, Paul Pogba, awal Agustus lalu. Dan dapat disimpulkan jika posisi Fellaini sebagai gelandang akan diambil alih oleh pemain asal Prancis tersebut.
Keadaan ini langsung direspons oleh klub Turki, Galatasaray. Kabarnya mereka sudah kepincut untuk memboyong sang pemain.
Dilansir Tribalfootball, sudah terjadi pembicaraan antara kedua klub terkait sang gelandang. Klub berjuluk Cimbom Aslan tersebut siap merampungkan transfer Fellaini pada musim panas ini.
Fellaini berseragam Manchester United dari Everton di musim 2013/2014 lalu. Tiga musim berseragam Setan Merah, Fellaini sudah dipercaya di 61 laga dan mencetak 7 gol di ajang Premier League.
Fellaini kemungkinan akan dipinggirkan ketika Manchester United menghadapi Southampton, Sabtu 10 Agustus 2016 mendatang. Ya, posisi lini tengah MU diprediksi akan ditempati oleh gelandang barunya, Paul Pogba.
Timnas Indonesia tidak pernah kehabisan penyerang dengan bakat hebat. Hal itu bisa dilihat dari kemunculan deretan striker top di Tanah Air dari masa ke masa.
Pada era 1950-an, nama striker asal Makassar, Ramang menjadi perbincangan banyak pihak. Kehebatan sang pemain juga diapresiasi oleh banyak pihak, mulai dari dalam negeri hingga luar negeri.
Selain Ramang yang disebut-sebut sebagai salah satu penyerang hebat milik Tim Merah-Putih, beberapa nama penerus pemain yang sempat membuat kiper Rusia, Lev Yashin itu kerepotan juga terus bermunculan di skuat Timnas Indonesia.
Beberapa di antaranya adalah Soetjipto Soentoro, Ricky Yakobi, Kurniawan Dwi Yulianto, hingga mutiara asal Papua, Boaz Solossa. Para pemain ini menjadi wakil dari generasi masing-masing dengan ketajaman yang tak perlu lagi disangsikan.
Selain deretan nama di atas, Bola.commencatat ada beberapa nama lain yang juga pantas masuk dalam daftar ini. Berikut 8 striker hebat yang pernah dimiliki Timnas Indonesia:
1. Ramang
Pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, pada 24 April 1924, merupakan salah satu pesepak bola hebat yang pernah dimiliki Indonesia. Ia meraih banyak kesuksesan bersama klubnya, PSM (dulu Makassar Voetbal Bond) dan juga Timnas Indonesia.
Sukses di klub, Ramang makin berkibar di pentas internasional bersama Timnas Indonesia. Sejarah mencatat, Ramang pernah membuat salah satu kiper, Lev Yashin pontang-panting dalam mengawal gawangnya.
Momen itu terjadi pada Olimpiade Melbourne 1956. Seperti dimuat situs FIFA, Ramang membuat bek Uni Soviet dan sang kiper, kewalahan. Indonesia pun berhasil menahan Rusia 0-0 walau akhirnya takluk 0-4 dalam laga ulangan.
Ramang melakoni debut bersama Timnas pada 1952. Pemain yang terkenal punya kecepatan di atas rata-rata itu rutin mencetak gol sejak saat itu. Hebatnya lagi, aa mengemas 19 gol hanya dalam 6 laga.
Ia juga mencetak dua gol yang jadi perbincangan hangat via tendangan salto. Tak cukup sampai disitu, Ramang berperan besar atas sukses Timnas Indonesia menyingkirkan China di Kualifikasi Piala Dunia 1958, menang 4-1 atas Indonesia (Asian Games 1958), dan imbang melawan Jerman Timur 2-2 tahun 1959.
2. Soetjipto Soentoro
Striker yang memiliki panggilan “Gareng” begitu produktif di eranya. Pemain yang memperkuat Persija Jakarta sejak 1964-1971 itu menurut berbagai sumber berhasil mencetak lebih dari 50 gol semasa berkostum Tim Merah-Putih.
Terlepas dari kebenaran jumlah golnya itu, Gareng merupakan sosok yang ditakuti setiap lawan pada masanya walau kariernya di Tim Garuda terbilang singkat. Ia berkiprah bersama Timnas Indonesia selama lima tahun (1965-1970).
Berbagai cerita menarik mewarnai jalan karier striker yang memutuskan pensiun dari Timnas Indonesia saat masih berusia 29 tahun. Ia pernah bersua Feyenoord yang diperkuat Guus Hiddink, dan klub Jerman Werder Bremen.
Saat meladeni klub asal Jerman itu, Gareng membuat publik terkejut. Ia mencetak hat-trick saat Timnas Indonesia takluk dengan skor tipis 5-6 dari Bremen. Kabarnya, Gareng, dan dua rekan setimnya, Max Timisela dan John Simon ditawari bermain untuk tim asuhan Herr Brocker usai laga uji coba tersebut.
Setelah itu, Soetjipto membawa Timnas Indonesia juara Piala Emas Aga Khan tahun 1966 dan juara Piala Raja. 1968. Setahun berselang, adik dari Soegijo dan Soegito, yang merupakan pemain Persija tahun 1956-1964, membawa Tim Merah Putih juara Merdeka Games.
Pada 1970, usai pagelaran Asian Games, Gareng yang menyandang status pencetak gol terbanyak Merdeka Games dengan 11 gol, memutuskan pensiun dari Timnas Indonesia pada usia 29 tahun.
3. Ricky Yakobi
Semasa aktif, Ricky Yakobi merupakan striker andalan Timnas Indonesia pada era 1980-an. Ia memperkuat skuat Garuda mulai 1985 hingga 1991.
Prestasi terbaik mantan pemain PSMS Medan dan Arseto Solo itu adalah membawa Tim Merah-Putih meraih gelar SEA Games 1987. Ricky mencetak satu gol kala mengalahkan Burma (sekarang Myanmar) dengan skor 4-1 di semifinal.
Di final, Timnas Indonesia menang tipis atas Malaysia via gol Ribut Waidi. Ricky dkk. berhasil memberikan medali emas pertama bagi Indonesia dari cabang sepak bola.
Salah satu momen yang tak terlupakan dari sosok Ricky adalah gol indahnya ke gawang Uni Emirat Arab di Asian Games 1986. Pengoleksi dua gelar top skorer Galatama membuat publik terpukau dengan dengan voli jarak jauh yang bersarang ke gawang lawan.
Pasca Asian Games, Ricky menjajal peruntungan dengan bermain di luar negeri bersama klub asal Jepang, Matsushita FC (sekarang Gamba Osaka). Pria yang kini berusia 53 tahun menjadi pemain pertama yang bermain di kompetisi Negeri Sakura itu.
Sayangnya, karier Ricky bersama Matshushita tidak berjalan mulus. Ia jarang turun bermain karena lebih banyak diterpa cedera. Meski begitu, Ricky pernah berujar bahwa pengalaman bermain di luar negeri membuat dirinya menjadi pribadi yang lebih disiplin dan tidak gampang menyerah.
4. Bambang Nurdiansyah
Karier Banur, sapaan akrab Bambang Nurdiansyah, bersama Timnas Indonesia terbilang awet. Ia berkostum Tim Merah Putih selama 11 tahun (1980-1991).
Pria yang memutuskan berkarier sebagai pelatih seusai gantung sepatu ini sudah memperkuat Timnas Indonesia sejak level junior. Prestasi terbaiknya kala mengantarkan Tim Merah Putih juara SEA Games 1991.
Di level klub, karier pria berusia 55 tahun ini terbilang mulus. Pemain yang mengawali karier bersama Arseto Solo ini meraih dua gelar juara kompetisi Galatama bersama Krama Yudha Tiga Berlian.
Selain itu, ia juga pernah tiga kali meraih gelar Top Scorer Galatama. Deretan gelar di level klub dan pribadi membuat nama Banur begitu disegani kawan maupun lawan.
5. Widodo Cahyono Putro
Nama Widodo Cahyono Putro menjadi buah bibir persepak bolaan dunia setelah mencetak gol indah ke gawang Kuwait pada Piala Asia 1996. Bahkan, gol lewat aksi akrobatik itu dinobatkan sebagai gol Piala Asia edisi ke-11 yang digelar di Uni Emirat Arab.
Selain dikenang karena gol indahnya itu, Widodo yang kini menukangi Sriwijaya FC, dikenal sebagai striker yang licin sulit dikawal dan memiliki kecepatan di atas rata-rata. Kariernya di Tim Merah-Putih juga berjalan cukup lama dari tahun 1991 hingga 1999.
Selama itu, Widodo tercatat bermain dalam 55 pertandingan bersama Timnas Indonesia. Pria kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, berusia 45 tahun itu juga masuk daftar Tim Merah-Putih yang meraih gelar SEA Games 1991 yang diarsiteki Anatoli Polosin.
Di level klub, Widodo hanya meraih dua gelar juara kala mengantarkan Persija Jakarta meraih gelar Liga Indonesia tahun 2001 dan Petrokimia Putra di musim selanjutnya. Saat berkostum Petrokimia Putra, Widodo sempat mempersembahkan runner-up Liga Indonesia edisi perdana 1995-1996.
Setelah memutuskan gantung sepatu, Widodo bersama sejumlah rekan seangkatannya macam, Edy Harto, Aji Santoso kerap kali masuk staf tim kepelatihan Timnas Indonesia. Ia bahkan sempat menukangi Timnas U-20 kala berlaga di Sultan Halsanah Bolkiah Cup pada tahun 2012. Kini, ia menukangi Sriwijaya FC di Torabika Soccer Championship 2016 presented by IM3 Ooredoo.
6. Kurniawan Dwi Yulianto
Kurniawan Dwi Yulianto, pemain jebolan program pelatnas jangka panjang di Italia berlabel PSSI Primavera ini dianugerahi bakat besar. Kurus, sapaan akrabnya, memiliki insting mencetak gol yang tinggi dan kecepatan di atas rata-rata.
Kelebihan itu pula yang membuat pemain yang kerap gonta-ganti klub begitu sulit dihadang bek-bek lawan. Berkat kehebatannya pula, Kurniawan sempat mencicipi persaingan di kompetisi Eropa bersama klub Swiss, FC Luzern (1994-1995).
Mantan pemain Pelita Jaya dan PSM Makassar itu memakai kostum Timnas Indonesia dari 1995 sampai 2006. Dalam rentang waktu itu, ia berhasil mencetak 31 gol. Koleksi gol yang membuatnya menjadi pencetak gol terbanyak kedua terbanyak di bawah juniornya, Bambang Pamungkas.
Meski begitu, karier Kurniawan tak lepas dari sisi kelam. Pemain yang pernah memperkuat klub Malaysia, Sarawak FA itu sempat mengalami masa sulit karena mengonsumsi narkoba.
Beruntung, Kurniawan bisa bangkit dan mengembalikan kariernya yang sempat meredup. Hingga kini, nama Kurniawan pun masih harum bagi pencinta sepak bola di Tanah Air.
7. Bambang Pamungkas
Bambang Pamungkas melakoni laga debut bersama Timnas Indonesia pada 2 Juli 1999. Kala itu, Bepe, sapaan akrabnya, mencetak sebuah gol saat Tim Merah Putih bermain imbang 2-2 dengan Lituania.
Sejak debutnya itu, karier Bambang begitu akrab dengan gol. Prestasi juga diukirnya pada gelaran Piala AFF (dulu Piala Tiger) dengan merengkuh gelar top skorer tahun 2002.
Ia mencetak 8 gol dari 6 pertandingan. Namun, Bambang tidak mampu memberikan gelar juara bagi Indonesia lantaran harus puas mengakhiri turnamen sebagai runner-up. Di final, Indonesia kalah adu penalti dari Thailand dengan skor 2-4 (2-2).
Pemain yang memiliki kelebihan dalam duel udara itu masih menjadi pemain yang memegang caps dan pencetak gol terbanyak Timnas Indonesia. Pemain yang memutuskan pensiun dari Tim Merah Putih tahun 2013 mengoleksi 85 caps dan 37 gol.
Di level klub, Bepe merupakan ikon klub Persija Jakarta. Ia juga sukses membawa Tim Macan Kemayoran meraih gelar Liga Indonesia tahun 2001. Saat ini, meski tak lagi muda, Bepe juga masih menjadi bagian penting tim ibu kota di TSC 2016.
8. Boaz Salosa
Nama pemain bernama lengkapBoaz Theofilius Erwin Solossa tampil memukau dalam kiprah pertamanya bersama Timnas Indonesia di Piala AFF 2004. Kala itu, adik dari Ortizan dan Nehemia Solossa itu langsung disebut sebagai bocah ajaib.
Julukan itu diberikan karena penampilan impresif Boaz bersama Tim Merah-Putih. Padahal, saat itu Bochi, sapaan akrabnya, masih belum genap berusia 20 tahun.
Sepanjang turnamen tersebut, Boaz tak henti membuat publik berdecak kagum. Kapten Persipura Jayapura itu mengakhiri turnamen Piala AFF pertamanya dengan mencetak 4 gol atau terpaut 3 gol dari striker berpengalaman, Ilham Jaya Kesuma.
Seusai tampil apik di Piala AFF, karier Boaz terus menanjak dan selalu menjadi pilihan pelatih Timnas Indonesia. Namun, cedera patah kaki saat melawan Hong Kong sempat membuat sinar Boaz meredup.
Saat Timnas diarsiteki Jacksen Tiago, Boaz sempat dipercaya menjadi kapten tim. Ia juga mencetak satu-satunya gol Timnas Indonesia kala takluk 1-8 dari Uruguay pada 2010.
Kini, Boaz masuk dalam 47 pemain seleksi Timnas Indonesia asuhan Alfred Riedl. Jika terpilih masuk skuat final, Boaz berpotensi mengulangi pencapaiannya saat melakoni debut di turnamen paling akbar se-Asia Tenggara itu.
Pelatih Persib Bandung, Djadjang Nurdjaman, mengaku masih mencari informasi terkait kursus pelatih lisensi A AFC sebagai syarat pelatih dalam menangani klub profesional, khususnya sesuai regulasi yang diterapkan operator Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 presented by IM3 Ooredoo.
Saat ini lisensi kepelatihan Djanur masih B AFC sehingga tidak mau pelatih 51 tahun ini harus menempuh kursus lisensi A AFC. “Saya masih mencari informasi, yang pasti saya ingin sekali menempuh kursus lisensi A AFC karena jadi sebuah keharusan bagi saya,” kata Djanur kepada Bola.com, Jumat (19/8/2016) di Mes Persib, Jalan Ahmad Yani, Bandung.
Djanur mengungkapkan sejauh ini informasi yang didapat sementara, kursus pelatih untuk menempuh lisensi A AFC digelar di Dubai, Uni Emirat Arab. “Saya dengar November nanti di Dubai ada, tapi saya juga belum tahu berapa biayanya, termasuk bahasa pengantar yang digunakan. Kalau bahasa Arab repot juga saya,” kata Djanur sambil tersenyum.
Hal itu sesuai informasi yang diberikan Sekjen PSSI, Azwan Karim. Beberapa waktu lalu Azwan menjelaskan PSSI bersedia memfasilitasi Djanur juga pelatih sementara Persib, Jan Saragih, seandainya keduanya berminat ikut serta. PSSI disebut Azwan akan menghubungi Federasi Sepak Bola Uni Emirat Arab (UAEFA) sebagai penyelenggara, tetapi terkait dana, ditanggung oleh peserta kursus.
Djanur menambahkan bila memungkinkan, ia siap menempuh kursus lisensi A AFC di Dubai agar perjalanannya sebagai pelatih berjalan mulus. “Nanti saya tanya-tanya dulu, yang pasti saya siap kursus dengan biaya sendiri. Mudah-mudahan saja Manajemen Persib memberi bantuan dana,” katanya lagi.
Soal dana, seorang pelatih yang ingin mendapatkan lisensi A AFC harus menyiapkan kocek yang tidak kecil. Pelatih Celebest FC, Rudy Eka Priyambada, misalnya, pernah mengungkapkan biaya yang dikeluarkan saat ia menjalani kursus lisensi A AFC di Singapura setidaknya mencapai Rp 75 juta. Ketika itu seluruh pengeluaran ditanggung Mitra Kukar lantaran saat itu Rudy Eka masih berstatus asisten pelatih tim Naga Mekes.
Seperti diketahui lisensi Djanur sempat dipermasalahkan. Selain Djanur, pelatih dua klub lainnya seperti Jan Saragih (Persija) dan Suharto (PS TNI) juga jadi sorotan karena belum memiliki lisensi A AFC seperti regulasi yang diterapkan di TSC 2016.
Manajemen Manchester United percaya bahwa belanja mereka di bursa musim panas sudah berakhir, menurut Express.
Setan Merah sudah mendatangkan empat pemain di bawah Jose Mourinho – Eric Bailly, Henrikh Mkhitaryan, Zlatan Ibrahimovic, dan Paul Pogba.
Namun menurut Daily Mail, bos Portugal itu diminta untuk tidak mendatangkan pemain lagi di masa mendatang.
Para pejabat senior klub percaya bahwa pengeluaran sebesar 156 juta poundsterling sudah lebih dari cukup untuk membuat klub menjadi tim yang mampu bersaing di Premier League, belum lagi dengan kedatangan manajer sekelas Mourinho.
Sang manajer sendiri kabarnya masih ingin mendatangkan satu bek lagi, dan ia disebut tengah mengincar servis Jose Fonte dan juga Fabinho, masing-masing dari Southampton dan AS Monaco.
Manajer Portugal kini bakal coba meyakinkan klub untuk mengeluarkan lebih banyak uang dan merekrut sisa targetnya di bursa musim panas.
Sebagaimana diberitakan Tutto Mercato Web pada Kamis (18/8/2016), Arsenal kembali melirik sang incaran lama yakni Julian Draxler. Demi mendapatkan gelandang VfL Wolfsburg tersebut, Arsenal berani menyodorkan 42 juta pounds atau sekira Rp720 miliar.
Peluang Arsenal mendapatkan Draxler cukup besar. Sebab, gelandang berpaspor Jerman itu sudah meminta langsung kepada Die Wolfe –julukan Wolfsburg– untuk menjualnya di bursa transfer kali ini.
Jika berhasil didatangkan, Draxler dapat dioperasikan baik sebagai second striker, winger kanan maupun kiri dalam pola 4-2-3-1 racikan Arsene Wenger. Hal itu berarti, potensi kedatangan Draxler juga mengancam pemain Arsenal lainnya.
Pemain Arsenal lainnya yang dimaksud ialah Theo Walcott dan Alex Oxlade-Chamberlain. Sebab, kedua pemain itu dinilai tak cukup konsisten ketika membela Arsenal dalam beberapa musim terakhir.
Tingginya nilai hak siar TV di Premier League membuat banyak klub Inggris cukup aktif mendatangkan pemain anyar di bursa transfer musim panas ini.
Namun Arsene Wenger mengatakan bahwa jika hal tersebut berlangsung untuk waktu yang lama, klub justru akan dirugikan di masa mendatang.
Manajer Arsenal itu menjelaskan pada ESPN: “Anda bisa katakan hari ini bahwa anda punya dua bursa, satu untuk klub Inggris dan satunya untuk klub Eropa lainnya. Bahaya yang dialami oleh Inggris sekarang adalah bahwa klub Inggris bisa membuat diri mereka sendiri kesulitan untuk jangka panjang.”
“Mengapa? Karena mereka membeli pemain dengan harga yang amat tinggi. Itu berarti akan selalu ada gaji tinggi yang terkait dengannya. Dan jika mereka membuat keputusan yang salah, mereka akan punya pemain bergaji tinggi yang tidak bisa pergi ke manapun.”
“Anda mulai melihat tanda-tanda awal sekarang, ada banyak klub yang harus membayar kompensasi besar ketika ada pemain yang pergi, mereka harus membayar setengah gajinya.”
“Jadi dalam waktu dekat, itu berarti keuntungan finansial dari klub-klub Inggris akan hilang. Karena anggaran gaji mereka, klub akan membayar 10 atau 12 pemain yang sebenarnya sudah tidak ada di tim, namun klub yang mereka perkuat tidak bisa membayar gaji sang pemain.”
No comments:
Post a Comment